Minggu, 16 November 2008

Negara???? Should it???



Apa sebenarnya manfaat keberadaan sebuah negara? Andaikan kita adalah warga negara Jepang atau taruhlah warga negara Brunei Darussalam, mungkin ini bukanlah pertanyaan yang prinsipil dan tidak begitu penting sebagai bahan yang butuh dikaji kembali. Setiap warga negara memiliki tingkat kesejahteraan ekonomi dan sosial yang tinggi. Jaminan kesehatan, pendidikan dan lain-lain kebutuhan aktualisasi hidup hampir semuanya bisa terpenuhi. Kenyataan membuktikan di negara maju seperti singapura, tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan kenegaraan sangat minim bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada sama sekali. Dan kalaupun ada, bentuk partisipasinya mungkin hanya sekedar aktualisasi diri dan penyaluran bakat dari segelintir orang semata. Bukan sebagai bentuk pembelaan terhadap aspirasi atau kepentingan rakyat. Sampai di titik ini Marx mungkin sepenuhnya benar. Jika kebutuhan ekonomi masyarakat terpenuhi, maka lain-lain kebutuhan bermasyarakat hanyalah improvisasi dan penyaluran hobby belaka.
Tapi hari-hari terakhir ini di Indonesia sepertinya semua orang kembali mempertanyakan persoalan eksistensi negara tersebut. Setidaknya bagi orang-orang yang merasa beban kebutuhan ekonomi menjadi sesuatu yang amat memberatkan. Harga BBM yang untuk kesekian kalinya kembali dinaikkan oleh pemerintah telah memicu naiknya harga –harga kebutuhan lainnya. Harga angkutan pun melonjak., minyak goreng mahal, Susu mahal, beras mahal, cabe merah mahal, kedelai mahal, Hampir-hampir tak ada lagi kata murah yang kita dengar dari mulut ibu-ibu rumah tangga yang pulang berbelanja dari pasar. Hari ini kita lihat berita di televisi ada sebuah keluarga yang bunuh diri gara-gara tidak mampu menanggung himpitan beban kebutuhan hidup, kemarin kita dengar di radio ada balita yang mati karena kekurangan gizi, Seminggu yang lalu kitan baca di koran tingkat kriminalitas membumbung tinggi seiring dengan naiknya tingkat PHK. Betapa memprihatinkan kondisi bangsa ini. Padahal negeri kita kaya raya. Emas, besi, tembaga, karet, intan, mutiara, ikan, kayu, kopra, apa yang tidak dimiliki oleh negeri kita.? Bahkan tongkat kayu dan batupun akan jadi tanaman jika ditanam di Bumi Indonesia. Setidaknya begitulah kiasan yang diberikan grup band Koes plus untuk menggambarkan betapa suburnya tanah kita. Lalu mengapa angka kemiskinan demikian tinggi di negeri kita? Mengapa masih saja ada orang yang mati kelaparan di negeri lumbung padi ini? Bukankah semua harta kekayaan yang terpendam di bumi nusantara ini adalah milik kita juga selaku warga negara Indonesia? Tetapi kenapa kita tidak pernah menikmatinya? Kenapa kita tidak pernah merasakan jadi kaya berkat negeri kita yang memang kaya raya?
Bila kita mengkaji ulang sejarah terjadinya negara, jelaslah bahwa negara terbentuk atas hasil kontrak sosial masyarakat. Perjanjian untuk saling hidup berdampingan mendiami suatu wilayah tertentu dengan sejumlah aturan yang dibuat untuk ditaati bersama demi tercapainya keadailan, ketertiban dan kemakmuran bersama. Wilayah, kumpulan orang-orang yang memiliki kesepahaman yang sama, serta aturan-aturan yang dibuat dan disepakati juga secara bersama-sama, selanjutnya disimbolkan dengan sebuah kata yang bernama negara. Sekelompok orang kemudian dipercayakan untuk mengelola hasil kesepakatan bersama tersebut yang lalu kita namakan pemerintah. Maka sesungguhnya esensi negara adalah perwakilan dari keinginan – keinginan masyarakat. Negara seharusnya menjadi pelindung, penjaga ketertiban, pemberi rasa keadilan serta pengelola kekayaan masyarakat. Dan untuk itulah pemerintah kita gaji. Gaji yang berasal dari pajak yang dipungut dari keringat rakyat. Gaji yang berasal dari pengolahan dan penjualan sumber daya alam milik rakyat, Hasil-hasil kekayaan bumi yang terdapat di atas maupun di bawah tanah-tanah adat milik rakyat. Pun aktivitas dan kreativitas rakyatlah yang membuat roda perekonomian tetap berputar sehingga para pejabat pemerintah dapat makan dan menyambung hidupnya. Tidak ada satu sen pun kekayaan pejabat pemerintah tanpa keringat rakyat di baliknya. Maka sudah sewajarnyalah pemerintah harus berada di garis depan perjuangan membela kepentingan rakyat.
Namun berkaca pada realita dewasa ini, sepertinya pemerintah (negara) bukanlah lagi sosok pelindung, pengayom dan penolong bagi rakyatnya. Pemerintah (negara) bahkan sudah menjadi orang asing bagi kita. Celakanya lagi apa yang dikhawatirkan para cendikiawan bakal terjadi sebagai imbas dari kapitalisme ternayata terbukti. Negara telah menjadi ”anjing penjaga”, sebuah istilah yang digunakan oleh para pemikir sosialis untuk menggambarkan peran negara dalam melindungi kepentingan bisnis para kapitalis. Negara mempunyai tugas menciptakan iklim yang mendukung dan memuluskan jalannya roda bisnis pengusaha-pengusaha kaya. Dan apabila ada gangguan dari masyarakat, terutama mahasiswa, yang kiranya berpotensi merusak iklim tersebut, maka anjing penjaga ini (negara) akan menggonggong, mengejar dan mengginggit para pengganggu majikannya (kepentingan bisnis) tersebut bila perlu sampai mati sama sekali. Maka kemudian kasus kekerasan terhadap mahasiswa yang belakangan ini terjadi yang dilakukan oleh polisi sebagai alat perpanjangan tangan pemerintah (polisi juga digaji dengan menggunakan uang rakyat) semakin memperkuat kebenaran tesis di atas. Belakangan santer berhembus isu, pemerintah akan menekan aktivitas sosial mahasiswa dengan melarang kegiatan-kegiatan ekstra kampus dilaksanakan di dalam kampus. Indikasinya, pemerintah berusaha mengkonstruk mahasiswa untuk menjadi ternak-ternak kapitalis, yang menimba ilmu di bangku kuliah hanya agar memenuhi kebutuhan pasar kapitalis. Peran sosial mahasiswa sebagai pembela kepentingan rakyat kecil berusaha untuk dipinggirkan sampai limit batas nol.
Lagi-lagi petuah dari tokoh-tokoh sosialis masa silam terbukti benar. ”kekuasaan cenderung korup” dan ”negara tak lain hanyalah penindas”. Kita sebagai rakyat kecilpun lalu bertanya dalam hati ”jikalau demikian apalah gunanya negara itu kalau tidak memberikan manfaat pada rakyat kecil yang notabenenya adalah golongan mayoritas di Indonesia ini? Kita bahkan tidak pernah menikmati kekayaan alam di negeri kita yang telah Tuhan anugerahkan dan amanahkan kepada kita. Pemerintah sebagai perwakilan negara yang seharusnya melayani kita, justru minta kita layani.
Seabad yang lalu tokoh-tokoh anarkisme seperti proudhon dan bakunin telah mensinyalir kebobrokan eksistensi negara. Mereka lalu menggagas ide tentang kehidupan masyarakat tanpa negara. Rakyat hidup bebas, berdampingan dengan saling menjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusian yang dibuat bersama. Saat itu ide mereka dianggap sesuatu yang tidak masuk akal, utopis, bahkan mengada-ada. Tapi sepertinya saat-saat ini ide mereka menjadi kembali menarik. Sebenarnya, perlukah sebuah negara?

Rabu, 12 November 2008



Minum segelas coklat panas sambil memikirkanmu……walau mesti kuakui aku ingin kau ada di sini, bukan Cuma pikiran tentang dirimu yang kumiliki.
Rasanya semakin lama aku mengenalmu, semakin aku mengagumimu.
Maafkan aku, kalau sepertinya aku terlalu egois atau terobsesi pada diri sendiri.

Tapi aku merasa pantas untuk mendapatkan cinta dalam jumlah yang besar dan indah.


Kamu tahu seperti apa kamu membuatku merasa?

Tahukah Kamu pagi-pagi hari dengan hujan lebat yang dingin membeku, saat kamu bisa merasakan hawa dingin itu di wajahmu, tapi tubuhmu tetap lembut dan hangat?

Maka kamu menyurukkan kepala ke balik selimut supaya seluruh tubuhmu terasa hangat.

Lalu kamu merasa ingin meleleh menyatu dengan selimut, tetap berbaring di situ dan merasa hangat selamanya?

Itulah yang kurasakan bersamamu.



Bagaimana bisa
Kulewatkan satu malam tanpamu
Jika aku harus hidup tanpamu
Apa jadinya hidupku
Kubutuh kau ada di sampingku
Kubutuh kau di pelukku
Kau duniaku, hatiku, jiwaku
Jika kau tinggalkan aku
Kau renggut semua
yang indah dalam hidupku
Katakan padaku
Bagaimana aku bisa hidup tanpamu
Ku ingin tahu
Bagaimana aku bisa bernapas tanpamu
Jika kau pergi
Bagaimana aku bisa bertahan
Bagaimana aku bisa hidup
Tanpamu di sisiku…..
Tak ada lagi matahari di langitku
Tak ada lagi cinta dalam hidupku
Tak ada lagi yang tersisa untukku
Dan aku tak tahu apa yang akan kulakukan
Aku akan tersesat jika kehilanganmu
Jika kau pergi…
Kau ambil semua yang indah dalam hidupku
Karena kaulah segala yang terindah dalam hidupku

YOU MAKE ME SHINING



I wanna call the stars down from the sky
I wanna live a day that never dies
I wanna change the world only for you
All that impossible I wanna do
I wanna hold you close under the rain
I wanna kiss your smile and feel the pain
I know what beautiful loooking at you
In the world of lies you are the truth
And baby……
Everytime you touch me I become a hero
I’ll make you safe no matter where you are
And bring you everything you ask for nothing is above me
I’m shining like the candle in the dark
When you tell me that you love me
I wanna make you see just what I was
Show me the loneliness and what it does
You walking to my life to stop my tears
Everything is easy now I have you here
In the world without you I will always hunger
All I need is your love to make me stronger

TANPA KATA........... TANPA BAHASA



Ada kucupan yang sungguh kami ingini pada sepanjang hidup kami,

sentuhan sang Jiwa pada tubuh kami.

Air laut memohon mutiara agar memecahkan cengkerangnya.

Dan bunga Lili, sepenuh nafsumenunggu Kekasih yang liar!

Ketika malam, kubuka jendela kupinta bulan datang bertandang dan membenamkan wajahnya pada wajahku.

bernafas ke dalam diriku.

Menutup pintu-bahasa Membuka jendela-cinta.

Bulan yang tak memerlukan pintu

ia hanya rindu jendela yang terbuka.

PANGGILAN CINTA



Apa yang dapat aku lakukan, wahai Manusia?

Aku tidak mengetahui diriku sendiri.

Aku bukan Kristen, bukan Yahudi, bukan Majusi, bukan Islam.

Bukan dari Timur, maupun Barat.

Bukan dari darat, maupun laut.

Bukan dari Sumber Alam, bukan dari surga yang berputar, Bukan dari bumi, air, udara, maupun api; Bukan dari singgasana, penjara, eksistensi, maupun makhluk; Bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen; Bukan dari kerajaan Iraq, maupun Khurasan; Bukan dari dunia kini atau akan datang: surga atau neraka; Bukan dari Adam, Hawa, taman Surgawi atau Firdaus; Tempatku tidak bertempat, jejakku tidak berjejak.

Baik raga maupun jiwaku: semuanya adalah kehidupan Kekasihku ...






Mari Kemari, Datang..Datanglah
Mari kemari datanglah siapapun dirimu.
Pengelana, Peragu, dan Pecinta mari..kemari datanglah
Tak penting kau percaya atau tidak..
Mari, kemari … datanglah
Kami bukanlah caravan yang patah hati ...
atau pintu-pintu dari keputus asa-an,
Mari kemari datanglah...
Meski kau telah jatuh ribuan kali,
Meski kau telah patahkan ribuan janji,
Mari kemari…datang... datanglah sekali lagi…

PUISI SANG PEMBERONTAK



Aku tahu....., ya aku tahu!
Jika aku keluar, sungai menelanku,
Inilah takdirku : hari ini aku pasti mati!
Tapi tidak, kekuatan jiwa kan mengatasi segalanya.
Ada beribu rintangan, kuakui itu.
Tak kan aku keluar.
Jika harus mati, biarlah terjadi di gua ini.
Peluru, apakah yang dapat ia lakukan jika takdirku
Adalah mati tenggelam?
Tapi, kan kukalahkan takdir itu.
Kekuatan jiwa kan mengalahkannya.
Mati? Tentu saja!
Tapi ditembusi peluru, dirobek bayonet? TIDAK!
Tenggelam, TIDAK!
Kenangan kan mencatat namaku abadi
Aku melawan!
Aku mati melawan!